HubbilLah

Dinsdag 01 Desember 2015

CINTA TAK HARUS MEMILIKI_Cerpen Lama

CINTA TAK HARUS MEMILIKI
Tiga tahun bukanlah waktu yang singkat untuk mengenal dirinya. Bersekolah pada yayasan yang sama dan dalam satu kelas yang sama juga. Cowok cakep dan juga mahir dalam bidang akademik itu begitu menarik untuk dikagumi. Semua orang pasti mengenal dirinya, dia begitu terpopuler diantara kami. Banyak guru dan teman yang suka kepada dirinya. Cara bicaranya yang sopan juga kata-kata yang sangat mudah untuk dipahami saat presentasi dikelas.  Aku pernah juga mengaguminya. Tapi itu dulu. Mungkin kalo dibilang sih cintaku adalah cinta tak sampai. Cinta tak sampai pacaran lah. Hehe. Aku  mengaguminya tanpa seorang temanpun yang tau perasaanku padanya. Seperti cinta yang terpendam saja. Hingga akhirnya aku harus mencurahkan isi hatiku pada teman yang slama ini aku percaya. Nada. Hingga saat ujian sekolah berlalu perasaan diantara kami hanyalah sebatas teman saja. Itupun tak lebih. Waktu itu mungkin dia masih malu dengan kata cinta. Hingga akhirnya dia mengirim pesan singkat untukku. Dia sama halnya menyukai aku, hanya saja mungkin masih ragu untuk mengatakan cintanya terhadapku. Seiring berjalannya waktu aku pun sadar, dia tak akan pernah mengungkapkan perasaannya kepadaku. Hanya dapat berandai dan berhayal saja tuk milikinya saat itu. Sahabat lebih abadi daripada kekasih. Begitulah dia mengatakannya padaku.  Sakit hati? Nggak juga sih, cuman agak kecewa saja kalo diingat. Aku menyukainya sejak lama, dan terlalu lama juga untuk memendamnya. Eh…… saat dia tau akan perasaan diantara kami tiba-tiba dia bicara kayak gitu. Benar-benar nggak pernah jatuh cinta apa? Dasar cowok aneh. Kandaslah rasa cintaku waktu itu. Hingga aku berupaya buat ngelupain semuannya tentang dirinya. Membuang apa yang pernah aku koleksi darinya. Semua foto-foto dirinya yang sengaja aku ambil tanpa sepengetahuannya. Alias nyolong. Buat apalah akau menyimpan kenangan pahit itu. Capek-capek ngumpulin barang yang berkaitan dengan dirinya, ujung-ujungnya harus di musnahkan juga kan.
Semester satu sudah berlalu, slamat tinggal masa lalu, aku akan tetap mengenang dirimu. Semester 2 apa kabar dirimu, lama nggak jumpa, walaupun dulu jumpanya disemester kelas X. Pagi itu suasana kelas XI B gaduh dan berantakan seperti kapal pecah. Kursi dan meja tak beraturan sama sekali, sebagian besar menghalangi jalan masuk dan berbalik kakinya. Aku yang mendapat piket kelas hari itu merasa jengkel dan pengen marah besar. Darahku terasa naik menjadi 89,99 persen dan hampir meledak diruangan gila itu.  Ulah siapa coba yang kemaren gila-gilaan.  Ku tengok jam dinding di depan kelas sudah menunjuk pukul 06.15, seper-empat lagi kelas akan masuk. Udah gitu temen-temen satu piketku belum pada datang lagi.  Awas ntar kalo udah datang, kujadiin piting rebus baru tau rasa. Dumelku dalam hati. Kenapa juga Nada mesti nolak tiap aku minta dia bareng sama aku, padahal sering juga kali aku bantu dia saat piket. Bener-bener nyebelin.
Aku capek banget, sampai tak ku hirau aku duduk dilantai sambil menyandarkan kepalaku dikursi. Bener-bener seperti orang terlantar. Udah dandan cantik-cantik, eh ujung-ujungnya nyapu  ngebut gini.
“ Butuh bantuan La?” Terdengar suara Reza menawarkan bantuan . ih….. kenapa sih mesti dia yang datang. Reza membantu membenahi semua meja dan kursi yang serserakan. Aku hanya diam memperhatikannya. Ku tarik kursi yang ada di dekatku dan aku duduk lemas menyandarkan kepala di meja. Kepalaku tiba-tiba pusing, serasa adem panas di badan. Reza tau kalo aku sedikit nggak enak badan, dia  mengingatkan aku untuk segera pergi ke UKS. Tak peduli apa katanya, yang aku tau aku hanya perlu melayangkan nada tinggi padanya, aku harus bisa lupain Reza, apapun itu caranya aku nggak peduli. Aku harus berusaha keras untuk melupakannya sebagai orang yang pernah aku cintai, orang yang pernah membuatku tergila-gila padanya. Baru saja aku berjalan selangkah ingin meninggalkan kelas, mataku kabur,  semuanya menjadi buram dan warna merah kuning hijau pelangi seperti melayang-layang di depanku. Setelah itu aku tak tau apa yang terjadi padaku. Setelah sadar dengan apa yang terjadi, ternyata aku sudah ada di UKS. Reza yang melakukannya, menolongku saat aku tak sadarkan diri. Aku mencoba bangkit dari ranjang dan beranjak keluar, tapi badanku terasa masih sakit dan daya tubuhku terasa lemah banget. Sebenernya aku senang karna Reza masih peduli sama aku, tapi dalam hati kecilku aku harus bisa benci dia, aku harus bisa ngelupain dia dari ingatanku. Aku mencoba memberontak membentaknya. Dan hanya diam membisu setelah itu. Aku nggak butuh kamu yang sekarang, aku benci semua itu. Duduk membelakanginya  yang bisa aku lakukan saat itu.  Sampai akhirnya ia berlalu meninggalkan aku dan mengikuti kelas. Aku nggak ingin membahas masalaluku tentangnya, tentang dia yang dulu aku hayalkan jadi kekasih pujaanku. Tentang dia yang dulu slalu aku banggain. Tentang dia yang slalu membayang difikiranku,. Aku benci semua itu. Mencoba melupakan dirinya memang sulit dan sakit buatku. Aku tak bisa menghapus bayangnya dari benakku. Jujur. Aku nggak tau sampai kapan aku tersiksa oleh perasaanku yang slalu mencintai dirinya. Aku beneran nggak bisa melupakan dirinya. Air mata tak mampu aku bendung. Terlau deras dan sakit sekali setiap kali aku mengingatnya. Tapi apalah daya. Aku tak mungkin bisa menyatukan hati kami. Sangat tak bisa.
                                                ***********
           
Malam memang terlihat indah, tapi aku hanya dapat memandangi keindahan malam dikamar saja.  Ku buka  korden pink  yang menutupi jendela kamarku.  Dan menghela nafas untuk mengurangi rasa penat difikiranku, melihat-lihat cahaya indah diatas langit sana. Sang bintang terlihat berkedip mengejek hatiku. Jadi teringat masa lalu saat itu lagi. Huhhhhh.  Fikiranku mulai mengambang mengungkit masalaluku untuk mengenang lagi sosok Reza. Kenapa sih sulit banget buat ngelupain semuanya tentang Reza.  Huuhff. Jadi ngenes lagi kalo kepikiran sama dia. Pokoknya bisa nggak bisa aku harus melupakan semuanya. Aku mengayuh hidung  pintu kemudian menutupnya rapat. 
“ Nad, aku pergi cari makan bentar ya”. Sapaku pada teman sekamarku saat berpapasan dengannya di depan pintu. Aku beranjak pergi ke kamar Zahra.
            Jalanan terasa sepi, mungkin karna mereka sudah pada ngeceng  sama doi mereka.  Dari arah selatan ada cahaya lampu motor yang sepertinya akan berhenti didepanku ,feeling ku memang benar. Aku tau itu motor Alex, temen satu  kelas aku waktu kelas X kemarin.  Orangnya sedikit nyebelin menurutku. Suka main jail sama anak lain.  Pokoknya jadi biang keroknya deh disekolah.  Cowok yang cukup tinggi dan berkulit putih dengan rambut ikal itu berhenti tepat didepanku. Dengan gayanya yang sok cool itu dia turun dari motor dan melepaskan helmnya sambil mengibaskan rambutnya. Dasar cowok lebay lu Lex. Batinku dalam hati. Sebenernya dia baik juga sih, cuman gayanya saja yang gila-gilaan. Suka liyar malem. Udah gitu pemabuk Alkohol lagi. Benar-benar sudah menjadi remaja yang keracunan bisikan setan.
“ Hay Lola” Sapanya sembari menyandarkan tangannya dikepala motor.
“ Ada hal apa sok-sok an nyapa segala. Loe lagi mabok kan?” jawabku sengit.
“ Jadi cewek lembut dikit kenapa sih. Denger ya Lola yang cerewet… sekarang gue udah tobat, T.O.B.A.T. nggak ada lagi yang namanya minum alcohol”
“ Udah deh nggak usah bertele-tele. Ada apa?” Nadaku sengit
 “ Nggak ada apa-apa Lola, cuma mau kasih ini” dengan santainya Alex menyodorkan bungkusan kado berwarna merah itu.
            Sampai kost ku lepas satu persatu solatip yang merekat pada sampulnya. Kotaknya sih terlihat biasa saja. Tapi entahlah apa isinya, aku juga belum tau.
IZINKAN AKU MEMILIKIMU”. Ternyata bungkusan itu berisi novel cinta , aku sempat membaca sedikit isi kutipan novel itu dibagian belakangnya. Ada juga ya novel yang judulnya kayak gitu.
                                                            ****
            Siang itu, panas terik matahari terasa memanggang tubuhku, aku berjalan menuju kantin sekolah dan memesan es jeruk untuk menghilangkan rasa lelahku. Ku arahkan kedua mataku disetiap sudut kursi yang ada diruangan itu. Na_as  semuanya sudah penuh, tak satu bangkupun yang tersisa disana. Benar-benar menyebalkan. Batinku.
“ Lola, disini ada kursi kosong. Gue dan temen-temen udah selesai makan kok”. Alex yang tampak berdiri itu menawarkan bangkunya padaku. Ya maklum lah, kan dia udah kelar  makannya. Emang tuh bangku punya neneknya apa.
            Aku berjalan kearah meja kosong itu. Tampak ada Reza diantara mereka. Hari ini dia terlihat cakep banget. Batinku dalam hati. Ih…… lagi-lagi harus ada Reza disini, bikin mood makanku jadi berkurang nih.  Cowok berjaket abu-abu itu seperti akan mengucapkan sesuatu.
“ Duduk saja nggak apa-apa La, aku bentar lagi selesai kok”. Sapanya sambil tersenyum sendiri. Sok manis aje lu Za, dasar cowok nggak punya prasaan. Aku hanya diam tak menjawab sapaannya sama sekali. sekitar 2 menit kemudian, ia menyilangkan sendok dan sumpitnyanya dengan rapi ke piring putih bermotif bunga itu.
“ Kamu nggak makan apa? Malah ngelihatin orang kayak gitu”. Tambahnya yang melihat aku hanya diam saja dan tak menyentuh makananku. Merekapun berlalu menuju kasir.
                                                             ************
            Detik demi detik tlah terlewati hingga menjadi menit. Menitpun bergegas pergi mengejar hari dan menyisakan jam diantara mereka. Hari demi haripun tlah terlewati seiring perjalanan hidup kami hingga kami berada pada dua tahun kedepan. Aku dan Nada berencana pindah kesebuah pesantren. Mungkin dengan begitu kami akan lebih tau tentang agama kami secara mendalam, walaupun sekarang baru mulai proses. Dan teman-temanku ada yang melanjutkan sekolahnya, bekerja, juga sudah ada yang mau marry. Masa SMA memang terasa seperti baru saja berlalu dari kehidupan kami, masa dimana kami masih bertindak sesuka hati dan tidak peduli lingkungan kami. Aku dan Nada memang sudah bersahabat sejak kecil, dan kami juga slalu satu sekolah mulai dari SD, walaupun Nada pernah ke Amrik 2 tahun saat kelas VII SMP, walaupun begitu kami tetap saling mengirim e-mail, curhat tentang masalah yang menyelimuti kami, dan akupun tak malu untuk menceritakan semuanya tentang sosok Reza, sosok laki-laki yang pernah aku sukai. Dan  kami bertemu lagi dikelas IX SMP. Kami masuk pesantren tanpa ada paksaan dari siapapun, karna kami tau kami sudah beranjak dewasa dan harus mandiri.
            Bagiku, dunia ini memang terasa begitu sempit, kenapa harus bertemu Reza di Pesantren ini lagi. Padahal aku sudah berusaha untuk melupakan dirinya sejak dulu. Tapi semakin bertambah hari dan bertambah usia Reza terlihat makin cakep dan aklaknya begitu baik, itulah yang membuatku semakin sulit untuk melupakan dirinya. Semakin mengagumi dan ingin sekali memilikinya. Dan penyesalan membuang semua fotonya saat SMA mulai terbesit dihatiku. Walau begitu, aku hanya diam memendam perasaan yang muncul lagi untuk yang kedua kalinya. Aku nggak mungkin mengatakannya lagi pada Nada.  Siang itu aku berpapasan dengan Reza saat Rapat Majlis. Tapi aku mulai bersikap lebih dewasa dengannya, tidak seperti saat masih SMA yang terlalu mementingkan ke-egoisanku.
“ Lola, boleh aku nitip ini pada Nada?” Tanya Reza sembari menyodorkan bingkisan kecil, entah apa isinya. Akupun tak tau. Aku hanya bisa menganggukkan kepala setelah menerimanya.
“ Ya, nanti aku sampein titipan kamu setelah sampai di Pesantren”.  Aku berlalu meninggalkannya. Sebenernya ada perasaan cemburu yang merenggut hatiku. Kenapa harus aku yang menjadi jembatan cinta di antara mereka, dan sekarang aku sadar apa yang terjadi diantara mereka. Rasa cinta diantara mereka tumbuh seiring berjalannya waktu, rasa cinta itu tumbuh diantara persahabatan kami. Antara aku, Nada dan Reza.
*****
“ Nad, dapat titipan dari Reza buat kamu”. Aku menyodorkan bingkisan itu. Nada langsung membuka bingkisan itu didepan kami.
“ TUNTUNAN MENJADI MUSLIMAH YANG BAIK”. Sebuah buku bacaan islam bernaungan nasihat. Hatiku terasa semakin diburu cemburu. Benar-benar sakit melihat apa yang terjadi diantara kami. Sepertinya cinta segi tiga telah bersemi diantara kami. Tumbuh bersemayang menggoda tali persahabatan kami. Aku dan Nada mungkin bisa saja berjauhan kalo aku slalu ingin memiliki Reza lagi. Tapi tidak. Aku nggak akan melakukan itu. Bagiku Nada memang yang terbaik untuk Reza. Dan aku yakin mereka akan sama-sama merasakan kebahagiaannya.
Waow. Ternyata Reza perhatian juga lho sama kamu, berarti slama ini dia udah ngidolain kamu Nad”. Aku sengaja nge-jomblangin dia kali ini, aku nggak mau jadi penghalang bagi mereka. Tak apalah aku yang sakit asal mereka berdua bisa bahagia. Serasa air mataku akan keluar dari persembunyiannya. Tapi aku nggak boleh terlihat sedih didepan Nada, aku harus tetap kuat dengan semua ini. Sesakit apapun perasaan ini, sesulit apapun aku menerima kenyataan ini, aku akan tetap berusaha tegar. Tegar dengan takdir yang aku jalani sekarang.
“ Ah kamu La, kan Reza itu laki-laki idola kamu,masak aku ngembat dia dari kamu sih. Kamu kan sahabat aku sendiri Lola”. Tolaknya Nada karna mungkin masih canggung terhadapku.
“ Itukan udah basi Nada, udah lama juga kan aku berusaha ngelupain tentang dirinya lagi, apa salahnya kalo kamu sama dia. Aku nggak papa lagi Nad, kan sekarang aku udah nggak cinta sama Reza”. Terasa menusuk hatiku sendiri apa yang sudah aku ucap barusan. Nggak cinta lagi sama Reza? Mana mungkin, slama ini cintaku nggak pernah pudar dan layu untuknya, walau hujan badai dan kemarau panjang menerpa. Cintaku justru makin kuat padanya. Tapi untuk sahabat dan orang yang aku cintai aku rela merasakan sakit ini.
“ Aku ke kamar mandi dulu ya Nad, gerah banget nih dari luar”. Aku mencoba memalingkan pembicaraan kami tentang Reza. Ingin rasanya aku meluapkan perasaanku di kamar mandi. Aku nggak mau Nada curiga melihatku sedih.
“ Iya La, oh ya makasih banget lho buat ini”. Aku berlalu meninggalkan Nada dalam kebahagiaan.
**************
Seiring berjalannya waktu ke waktu hubungan mereka semakin terlihat bahwa ada sesuatu yang special diantara mereka. Kedekatan yang terlihat tidak seperti biasanya dulu. Mungkinkah memang mereka itu sudah ditakdirkan sebagai satu pasangan? Hingga tampak sekali kekuatan cinta diantara mereka, dibandingkan dengan cintaku. Apa guna aku slalu mencintainya setiap detik, toh Reza pun tak akan pernah membalas cintaku sedikitpun. Justru Reza sering kali menjadikan aku sebagai jembatan penghubung cintanya dengan Nada.
 “ Aku nggak ingin diantara kita ada yang sakit gara-gara cinta ini La”.
“ Kamu nyindir aku Nad?” Aku yang merasa terpojokkan langsung angkat bicara.
“ Bukan gitu La, hanya saja aku merasa nggak enak sama ka…”
“ Nad……… sudah berapa kali aku bilang sama kamu? Aku nggak apa-apa kalo kalian bersatu, aku bahagia melihat kalian bahagia. Nggak usah peduliin hati aku. Nad cinta itu memang bisa dirasakan oleh seseorang, tapi tak semua rasa cinta itu bisa memiliki seseorang. Aku memang mencintai Reza, bahkan sampai sekarang rasa cintaku malah semakin bertambah. Tapi Reza mencintai kamu Nad, dan itu memang sudah takdir Tuhan untuk kita. Kita nggak bisa memungkiri kenyataan ini. Meskipun aku sering berkata dusta tidak mencintainya, tapi perasaan itu telah diikat kuat oleh hati. Tapi aku nggak bisa mementingkan ke-egoanku Nad “. Aku tidak lagi menutupi perasaanku diantara kami. Biar bagaimana pun hubungan kami harus jelas tanpa ada sesuatu yang dirahasiakan lagi.
“ Cinta tak harus memiliki Nad. Aku masih cinta sama Reza, dan memang iya aku belum bisa untuk melupakan dirinya. Walau sudah bertahun-tahun aku mencoba melupakannya, tapi rasa itu belum juga hilang dari hatiku. Seribu kali aku menepis bayangan Reza, tapi sepuluh ribu kali bayangan itu malah semakin kuat untuk aku lihat. Bayangan itu malah semakin dekat aku lihat. Tapi ini semua sudah takdir Nad, aku nggak akan pernah bisa memiliki Reza. Aku hanya mampu untuk mencintainya saja, bukan untuk memiliki. Aku lebih bahagia kalo Reza bersama kamu Nad. Kamu sahabat aku. Kamu sahabat baik aku. Aku sudah tau bagaimana kamu. Aku tau kamu orangnya kayak gimana, aku sudah tau Nad.”
“ Semua akan terasa menyakitkan La”.
“ Bukankah semua sakit ada obatnya? Begitupun dengan aku. Meskipun aku sakit, tapi aku bahagia bisa melihat Reza bahagia bersama kamu Nad. Itu mungkin salah satu obat yang bisa nyembuhin hati aku”.
************
Sebulan Nada pulang Desa, ternyata keinginan indah itu terwujud. Surat undangan pernikahan bersampul merah jambu sudah ada di meja belajarku. Undangan pernikahan Nada sudah tersebar. Sakit memang saat membaca walimatul urus tersebut. Mungkin lebih perih dari tersayat pisau. Aku memang mencintai Reza, tapi cinta kami tak dapat saling memiliki. Reza sudah memiliki pilihan hatinya sendiri. Nada.
Menghadiri pernikahan mereka memang terasa sangat sakit dan begitu berat. Ibarat kata aku harus berjalan diatas duri tanpa alas kaki. Bagaimana tidak? Aku harus melihat secara langsung orang yang aku cintai bersanding dengan sahabatku sendiri. Orang yang aku cintai kurang lebihnya 5 tahun  dalam hidupku. Linangan air mata mengisaratkan bahwa aku seperti tak rela untuk kehilangan Reza. Sosok yang slama ini sudah membuatku terasa lebih memiliki arti. Tapi bagaimanapun aku harus tetap tegar dihadapan mereka.
“ Selamat mengarungi hidup mu yang baru ya Nad, semoga menjadi keluarga yang sakinah. Dan cepat mempunyai momongan “. Aku mengulurkan tangan dan memeluknya erat. Lagi-lagi aku tak dapat membendung air mataku. Aku bergegas mengusapnya. 
“ Selamat juga buat kamu Za. Aku yakin sahabatku akan bahagia bersama kamu”.
Aku bergegas meninggalkan keramaian itu. Bukan maksud tidak ingin menyaksikan persandingan mereka, hanya saja aku gak kuat untuk menahan hatiku yang semakin rentan itu. Aku nggak sampai hati melihat mereka bersanding berdua. Aku hanya bisa berdoa untuk mereka berdua, sahabat dan orang yang pernah aku cintai. Semoga kebahagiaan slalu mengiringi langkah mereka.

                                                

Friendship

Teman, maafin aku yang belum bisa sempurna di antara kalian. Maafin aku yang saat ini masih tak  jelas di antara kalian. Mungkin kehadiranku di tengah-tengah kalian saat ini  hanya seperti hadirnya bulan di pagi hari. Walaupun aku nampak  ada, tapi masih abstrak unutk terlihat, kadang terlihat sepintas saat kau cari, tapi ketika awan putih mulai menyelimuti langit yang biru kehadirannya tak akan pernah lagi terlihat. Mungkin itulah ibarat kehadiranku saat ini. Maafin aku yang belum seperti apa yang kalian inginkan. Itulah aku. Aku yang emang seperti ini dengan sifat dan sikapku. Dengan segala banyak kekurangan dan mungkin sangat sedikit memiliki kelebihan. Sebenarnya aku mulai senang dengan kebahagiaan yang aku miliki sekarang, dengan adanya kalian yang sudah membuatku merasa bahagia karenanya. Kadang terasa sakit saat jarum kecil menusuk  jariku, tapi aku tak mengapa. Selagi pedang itu belum mengenai dan menggores hati kecilku aku bisa mengobati lukaku sendiri. Aku mencoba menjadi seseorang yang baik karna aku memang bukan seseorang yang terlihat baik. Tapi setidaknya aku berusaha melakukan hal yang baik.
Teman, maafin aku yang mungkin  kehadiranku hanya bisa menyisakan kejengkelan dan menjadi benalu di antara kalian. Walaupun sebenarnya aku sendiri tidak ingin di anggap seperti itu, aku mungkin terlalu jahat  dan egois dimata kalian. Selama ini aku sudah belajar memahami apa pentingnya punya teman yang bisa ada disaat kita butuh dan  begitupun sebaliknya. Tapi mungkin karna jiwaku yang masih terlalu polos, hingga membuatku terlihat bodoh mengartikan semuanya. Aku memang terlihat labil di bandingkan kalian yang jauh lebih dewasa dengan kata “teman” bahkan “Sahabat”.
Teman, maafin aku yang belum bisa memeluk  pertemanan ini. Slama ini aku baru bisa menyentuhnya, aku belum kuat memegangnya. Maafin aku yang baru bisa menyebut kalian sebagai teman, karna bagiku kata Sahabat terlalu dalam untukku. Aku mungkin tak pantas disebut sebagai sahabat, olehnya aku masih terlalu takut untuk menyebut kalian sahabat. Aku menyadari sendiri diriku, akan semua kekurangan yang melekat dalam diriku. Tapi aku akan terus berjuang dan aku akan buktikan bahwa suatu saat nanti jari-jemariku yang kecil ini akan memelukmu erat dan hangat dalam sebuah ikatan “Sahabat”.
Teman, jika waktunya tiba aku sangat berharap jika kalian itu benar-benar menganggapku sebagai sahabat. Sahabat seperti yang orang lain miliki. Sahabat yang bisa saling memberikan dukungan lahir batin tanpa memperdulikan perbedaan. Sabahat yang memberikan kenangan indah dari hal kecil hingga hal manis lainnya yang tak terduga. Hingga saat itu aku akan benar-benar bahagia. Biarkan persahabatan ini membaur layaknya pensil warna. Meskipun berbeda satu sama lain, tetapi akan menjadi indah ketika mereka menjadi satu. Seperti indahnya pelangi. Jadi jangan merasa tergores. Tidak akan ada yang tersakiti jika sahabat saling melindungi.

Tangisan??? Mungkin itu sudah biasa. Sahabat menangis adalah hal yang wajar terjadi oleh semua orang. Entah ketika sahabat benar-benar terluka atau ketika sahabat benar-benar bahagia. Tentang itu tak usah dihiraukan terlalu dalam. Selagi masih ada ikatan “sahabat” jari jemari yang manis ini akan berusaha membuatnya bahagia. Terima kasih karna sudah mengajariku banyak hal tentang arti “ Teman” dan “ Sahabat”.