CINTA TAK HARUS MEMILIKI
Tiga
tahun bukanlah waktu yang singkat untuk mengenal dirinya. Bersekolah pada yayasan yang sama dan dalam satu
kelas yang sama juga. Cowok cakep dan juga mahir dalam
bidang akademik itu begitu menarik
untuk dikagumi. Semua orang pasti
mengenal dirinya, dia begitu terpopuler diantara kami. Banyak guru dan teman
yang suka kepada dirinya. Cara bicaranya yang sopan juga kata-kata yang sangat
mudah untuk dipahami saat presentasi dikelas.
Aku pernah juga mengaguminya. Tapi itu dulu. Mungkin kalo dibilang sih
cintaku adalah cinta tak sampai. Cinta tak sampai pacaran lah. Hehe. Aku mengaguminya tanpa seorang temanpun yang tau
perasaanku padanya. Seperti cinta yang terpendam saja. Hingga akhirnya aku
harus mencurahkan isi hatiku pada teman yang slama ini aku percaya. Nada. Hingga saat ujian
sekolah berlalu perasaan diantara kami hanyalah sebatas teman saja. Itupun tak
lebih. Waktu itu mungkin dia masih malu dengan kata cinta. Hingga akhirnya dia
mengirim pesan singkat untukku. Dia sama halnya menyukai aku, hanya saja
mungkin masih ragu untuk mengatakan cintanya terhadapku. Seiring berjalannya
waktu aku pun sadar, dia tak akan pernah mengungkapkan perasaannya kepadaku.
Hanya dapat berandai dan berhayal saja tuk milikinya saat itu. Sahabat lebih
abadi daripada kekasih. Begitulah dia mengatakannya padaku. Sakit hati? Nggak juga sih, cuman agak kecewa
saja kalo diingat. Aku menyukainya sejak lama, dan terlalu lama juga untuk
memendamnya. Eh…… saat dia tau akan perasaan diantara kami tiba-tiba dia bicara
kayak gitu. Benar-benar nggak pernah jatuh cinta apa? Dasar cowok aneh.
Kandaslah rasa cintaku waktu itu. Hingga aku berupaya buat ngelupain semuannya
tentang dirinya. Membuang apa yang pernah aku koleksi darinya. Semua foto-foto
dirinya yang sengaja aku ambil tanpa sepengetahuannya. Alias nyolong. Buat apalah akau menyimpan
kenangan pahit itu. Capek-capek ngumpulin barang yang berkaitan dengan dirinya,
ujung-ujungnya harus di musnahkan juga kan.
Semester
satu sudah berlalu, slamat tinggal masa lalu, aku akan tetap mengenang dirimu.
Semester 2 apa kabar dirimu, lama nggak jumpa, walaupun dulu jumpanya
disemester kelas X.
Pagi itu suasana kelas XI B gaduh dan berantakan seperti kapal pecah. Kursi dan
meja tak beraturan sama sekali, sebagian besar menghalangi jalan masuk dan
berbalik kakinya. Aku yang mendapat piket kelas hari itu merasa jengkel dan
pengen marah besar. Darahku terasa naik menjadi 89,99 persen dan hampir meledak
diruangan gila itu. Ulah siapa coba yang
kemaren gila-gilaan. Ku tengok jam
dinding di depan kelas sudah menunjuk pukul 06.15, seper-empat lagi kelas akan
masuk. Udah gitu temen-temen satu piketku belum pada datang lagi. Awas ntar kalo udah datang, kujadiin piting
rebus baru tau rasa. Dumelku dalam hati. Kenapa juga Nada mesti nolak tiap aku
minta dia bareng sama aku, padahal sering juga kali aku bantu dia saat piket.
Bener-bener nyebelin.
Aku
capek banget, sampai tak ku hirau aku duduk dilantai sambil menyandarkan
kepalaku dikursi. Bener-bener seperti orang terlantar. Udah dandan
cantik-cantik, eh ujung-ujungnya nyapu
ngebut gini.
“
Butuh bantuan La?” Terdengar suara Reza menawarkan bantuan . ih….. kenapa sih
mesti dia yang datang. Reza membantu
membenahi semua meja dan kursi yang serserakan. Aku hanya diam
memperhatikannya. Ku tarik kursi yang ada di dekatku dan aku duduk lemas
menyandarkan kepala di meja. Kepalaku tiba-tiba pusing, serasa adem panas di
badan. Reza tau kalo aku sedikit nggak enak badan, dia mengingatkan aku untuk segera pergi ke UKS.
Tak peduli apa katanya, yang aku tau aku hanya perlu melayangkan nada tinggi
padanya, aku harus bisa lupain Reza, apapun itu caranya aku nggak peduli. Aku
harus berusaha keras untuk melupakannya sebagai orang yang pernah aku cintai,
orang yang pernah membuatku tergila-gila padanya. Baru saja aku berjalan
selangkah ingin meninggalkan kelas, mataku kabur, semuanya menjadi buram dan warna merah kuning
hijau pelangi seperti melayang-layang di depanku. Setelah itu aku tak tau apa
yang terjadi padaku. Setelah sadar dengan apa yang terjadi, ternyata aku sudah
ada di UKS. Reza yang melakukannya, menolongku saat aku tak sadarkan diri. Aku
mencoba bangkit dari ranjang dan beranjak keluar, tapi badanku terasa masih
sakit dan daya tubuhku terasa lemah banget.
Sebenernya aku senang karna Reza masih peduli sama aku, tapi dalam hati kecilku
aku harus bisa benci dia, aku harus bisa ngelupain dia dari ingatanku. Aku
mencoba memberontak membentaknya. Dan hanya diam membisu setelah itu. Aku nggak
butuh kamu yang sekarang, aku benci semua itu. Duduk
membelakanginya yang bisa aku lakukan
saat itu. Sampai akhirnya ia berlalu meninggalkan aku
dan mengikuti kelas. Aku nggak ingin membahas masalaluku
tentangnya, tentang dia yang dulu aku hayalkan jadi kekasih pujaanku. Tentang dia yang dulu slalu aku banggain. Tentang
dia yang slalu membayang difikiranku,. Aku benci semua itu. Mencoba melupakan
dirinya memang sulit dan sakit buatku. Aku tak bisa menghapus bayangnya dari
benakku. Jujur. Aku nggak tau sampai kapan aku tersiksa oleh perasaanku yang
slalu mencintai dirinya. Aku beneran nggak bisa melupakan dirinya. Air mata tak
mampu aku bendung. Terlau deras dan sakit sekali setiap kali aku mengingatnya.
Tapi apalah daya. Aku tak mungkin bisa menyatukan hati kami. Sangat tak bisa.
***********
Malam
memang terlihat indah, tapi aku hanya dapat memandangi keindahan malam dikamar
saja. Ku buka korden pink
yang menutupi jendela kamarku.
Dan menghela nafas untuk mengurangi rasa penat difikiranku,
melihat-lihat cahaya indah diatas langit sana. Sang bintang terlihat
berkedip mengejek hatiku. Jadi teringat masa lalu saat itu lagi. Huhhhhh. Fikiranku mulai mengambang mengungkit
masalaluku untuk mengenang lagi sosok Reza. Kenapa sih sulit banget buat
ngelupain semuanya tentang Reza. Huuhff. Jadi ngenes lagi kalo
kepikiran sama dia. Pokoknya bisa nggak bisa aku harus melupakan semuanya. Aku
mengayuh hidung pintu kemudian
menutupnya rapat.
“
Nad, aku pergi cari makan bentar ya”. Sapaku pada teman sekamarku saat berpapasan dengannya di depan
pintu. Aku beranjak pergi ke kamar Zahra.
Jalanan terasa sepi, mungkin karna
mereka sudah pada ngeceng sama doi mereka. Dari arah selatan ada cahaya lampu motor yang
sepertinya akan berhenti didepanku ,feeling ku memang benar. Aku tau itu motor
Alex, temen satu kelas aku waktu kelas X
kemarin. Orangnya sedikit nyebelin
menurutku. Suka main jail sama anak lain.
Pokoknya jadi biang keroknya deh disekolah. Cowok yang cukup tinggi dan berkulit putih
dengan rambut ikal itu berhenti tepat didepanku. Dengan gayanya yang sok cool
itu dia turun dari motor dan melepaskan helmnya sambil mengibaskan rambutnya. “Dasar cowok lebay lu Lex”. Batinku dalam hati.
Sebenernya dia baik juga sih,
cuman gayanya saja
yang gila-gilaan. Suka liyar malem. Udah gitu pemabuk Alkohol lagi. Benar-benar
sudah menjadi remaja yang keracunan bisikan setan.
“
Hay Lola” Sapanya sembari menyandarkan tangannya dikepala motor.
“
Ada hal apa sok-sok an nyapa segala.
Loe lagi mabok kan?” jawabku sengit.
“
Jadi cewek lembut dikit kenapa sih.
Denger ya Lola yang cerewet… sekarang gue udah tobat, T.O.B.A.T. nggak ada lagi
yang namanya minum alcohol”
“
Udah deh nggak usah bertele-tele.
Ada apa?” Nadaku sengit
“ Nggak ada apa-apa Lola, cuma mau kasih ini”
dengan santainya Alex menyodorkan bungkusan kado berwarna merah itu.
Sampai
kost ku lepas satu persatu solatip yang merekat
pada sampulnya. Kotaknya sih terlihat biasa saja. Tapi entahlah apa isinya, aku
juga belum tau.
“
IZINKAN AKU MEMILIKIMU”.
Ternyata bungkusan itu berisi novel cinta , aku sempat membaca sedikit isi
kutipan novel itu dibagian belakangnya. Ada
juga ya novel yang judulnya kayak gitu.
****
Siang itu, panas terik matahari
terasa memanggang tubuhku, aku berjalan menuju kantin sekolah dan memesan es
jeruk untuk menghilangkan rasa lelahku. Ku arahkan kedua mataku disetiap sudut
kursi yang ada diruangan itu. Na_as
semuanya sudah penuh, tak satu bangkupun yang tersisa disana.
Benar-benar menyebalkan. Batinku.
“
Lola, disini ada kursi kosong. Gue dan temen-temen udah selesai makan kok”. Alex yang tampak berdiri itu
menawarkan bangkunya padaku. Ya maklum lah, kan dia udah kelar makannya. Emang tuh bangku punya neneknya apa.
Aku
berjalan kearah meja kosong itu. Tampak ada Reza diantara mereka. Hari ini dia
terlihat cakep banget. Batinku dalam hati. Ih…… lagi-lagi harus ada Reza
disini, bikin mood
makanku jadi berkurang nih. Cowok
berjaket abu-abu itu seperti akan mengucapkan sesuatu.
“
Duduk saja nggak apa-apa La, aku bentar lagi selesai kok”. Sapanya sambil
tersenyum sendiri. Sok manis aje lu Za, dasar cowok nggak punya prasaan. Aku
hanya diam tak menjawab sapaannya sama sekali. sekitar 2 menit kemudian, ia
menyilangkan sendok dan sumpitnyanya dengan rapi ke piring putih bermotif bunga
itu.
“
Kamu nggak makan apa? Malah ngelihatin orang kayak gitu”. Tambahnya yang melihat
aku hanya diam saja dan tak menyentuh makananku. Merekapun berlalu menuju kasir.
************
Detik demi detik tlah terlewati
hingga menjadi menit. Menitpun bergegas pergi mengejar hari dan menyisakan jam
diantara mereka. Hari demi haripun tlah terlewati seiring perjalanan hidup kami
hingga kami berada pada dua tahun kedepan. Aku dan Nada berencana pindah
kesebuah pesantren. Mungkin dengan begitu kami akan lebih tau tentang agama
kami secara mendalam,
walaupun sekarang baru mulai proses. Dan teman-temanku ada yang melanjutkan
sekolahnya, bekerja, juga sudah ada yang mau marry. Masa SMA memang terasa
seperti baru saja berlalu dari kehidupan kami, masa dimana kami masih bertindak
sesuka hati dan tidak peduli lingkungan kami. Aku dan Nada memang sudah
bersahabat sejak kecil, dan kami juga slalu satu sekolah mulai dari SD,
walaupun Nada pernah ke Amrik 2 tahun saat kelas VII SMP, walaupun begitu kami
tetap saling mengirim e-mail, curhat tentang masalah yang menyelimuti kami, dan
akupun tak malu untuk menceritakan semuanya tentang sosok Reza, sosok laki-laki
yang pernah aku sukai. Dan kami bertemu
lagi dikelas IX SMP. Kami masuk pesantren tanpa ada paksaan dari siapapun,
karna kami tau kami sudah beranjak dewasa dan harus mandiri.
Bagiku, dunia ini memang terasa
begitu sempit, kenapa harus bertemu Reza di Pesantren ini lagi. Padahal aku sudah
berusaha untuk melupakan dirinya sejak dulu. Tapi semakin bertambah hari dan
bertambah usia Reza terlihat makin cakep dan aklaknya begitu baik, itulah yang
membuatku semakin sulit untuk melupakan dirinya. Semakin mengagumi dan ingin
sekali memilikinya. Dan penyesalan membuang semua fotonya saat SMA mulai
terbesit dihatiku. Walau begitu, aku hanya diam memendam perasaan yang muncul
lagi untuk yang kedua kalinya. Aku nggak mungkin mengatakannya lagi pada
Nada. Siang itu aku berpapasan dengan
Reza saat Rapat Majlis. Tapi aku mulai bersikap lebih dewasa dengannya, tidak
seperti saat masih SMA yang terlalu mementingkan ke-egoisanku.
“
Lola, boleh aku nitip ini pada Nada?” Tanya Reza sembari menyodorkan bingkisan
kecil, entah apa isinya. Akupun tak tau. Aku hanya bisa menganggukkan kepala
setelah menerimanya.
“
Ya, nanti aku sampein titipan kamu setelah sampai di Pesantren”. Aku berlalu meninggalkannya. Sebenernya ada
perasaan cemburu yang merenggut hatiku. Kenapa harus aku yang menjadi jembatan cinta di antara mereka,
dan sekarang aku sadar apa yang terjadi diantara mereka. Rasa cinta diantara mereka tumbuh seiring berjalannya
waktu, rasa cinta itu tumbuh diantara persahabatan kami. Antara aku, Nada dan
Reza.
*****
“
Nad, dapat titipan dari Reza buat kamu”. Aku menyodorkan bingkisan itu. Nada
langsung membuka bingkisan itu didepan kami.
“
TUNTUNAN MENJADI MUSLIMAH YANG BAIK”. Sebuah
buku bacaan islam bernaungan nasihat. Hatiku terasa semakin diburu cemburu.
Benar-benar sakit melihat apa yang terjadi diantara kami. Sepertinya cinta segi
tiga telah bersemi diantara kami.
Tumbuh bersemayang menggoda tali persahabatan kami. Aku dan Nada mungkin bisa
saja berjauhan kalo aku slalu ingin memiliki Reza lagi. Tapi tidak. Aku nggak
akan melakukan itu. Bagiku Nada memang yang terbaik untuk Reza. Dan aku yakin
mereka akan sama-sama merasakan kebahagiaannya.
“
Waow. Ternyata Reza
perhatian juga lho sama kamu, berarti slama ini dia udah ngidolain kamu Nad”.
Aku sengaja nge-jomblangin dia kali ini, aku nggak mau jadi penghalang
bagi mereka. Tak apalah aku yang sakit asal mereka berdua bisa bahagia. Serasa
air mataku akan keluar dari persembunyiannya. Tapi aku nggak boleh terlihat
sedih didepan Nada, aku harus tetap kuat dengan semua ini. Sesakit apapun perasaan ini, sesulit apapun aku
menerima kenyataan ini, aku akan tetap berusaha tegar. Tegar dengan takdir yang
aku jalani sekarang.
“
Ah kamu La, kan Reza itu laki-laki idola kamu,masak aku ngembat dia dari kamu
sih. Kamu kan sahabat aku sendiri Lola”. Tolaknya Nada karna mungkin masih
canggung terhadapku.
“
Itukan udah basi Nada, udah lama juga kan aku berusaha ngelupain tentang dirinya lagi, apa salahnya kalo
kamu sama dia. Aku nggak papa lagi Nad, kan sekarang aku udah nggak cinta sama
Reza”. Terasa menusuk hatiku sendiri apa yang sudah aku ucap barusan. Nggak
cinta lagi sama Reza? Mana mungkin, slama ini cintaku nggak pernah pudar dan
layu untuknya, walau hujan badai dan kemarau panjang menerpa. Cintaku justru
makin kuat padanya. Tapi untuk sahabat dan orang yang aku cintai aku rela
merasakan sakit ini.
“
Aku ke kamar mandi dulu ya Nad, gerah banget nih dari luar”. Aku mencoba
memalingkan pembicaraan kami tentang Reza.
Ingin rasanya aku meluapkan perasaanku di kamar mandi. Aku nggak mau Nada
curiga melihatku sedih.
“
Iya La, oh ya makasih banget lho buat ini”. Aku berlalu meninggalkan Nada dalam
kebahagiaan.
**************
Seiring
berjalannya waktu ke waktu hubungan mereka semakin terlihat bahwa ada sesuatu
yang special diantara mereka. Kedekatan yang terlihat tidak seperti biasanya
dulu. Mungkinkah memang mereka itu sudah ditakdirkan sebagai satu pasangan?
Hingga tampak sekali kekuatan cinta diantara mereka, dibandingkan dengan
cintaku. Apa guna aku slalu mencintainya setiap detik, toh Reza pun tak akan
pernah membalas cintaku sedikitpun. Justru Reza sering kali menjadikan aku
sebagai jembatan penghubung cintanya dengan Nada.
“ Aku nggak ingin diantara kita ada yang sakit
gara-gara cinta ini La”.
“
Kamu nyindir aku Nad?” Aku yang merasa terpojokkan langsung angkat bicara.
“
Bukan gitu La, hanya saja aku merasa nggak enak sama ka…”
“
Nad……… sudah berapa kali aku bilang sama kamu? Aku nggak apa-apa kalo kalian
bersatu, aku bahagia melihat kalian bahagia. Nggak usah peduliin hati aku. Nad
cinta itu memang bisa dirasakan
oleh seseorang, tapi tak semua rasa cinta itu bisa memiliki seseorang. Aku
memang mencintai Reza, bahkan sampai sekarang rasa cintaku malah semakin
bertambah. Tapi Reza mencintai kamu Nad, dan itu memang sudah takdir Tuhan untuk kita. Kita nggak
bisa memungkiri kenyataan ini.
Meskipun aku sering berkata dusta tidak mencintainya, tapi perasaan itu telah
diikat kuat oleh hati. Tapi aku
nggak bisa mementingkan ke-egoanku Nad “. Aku tidak lagi menutupi perasaanku diantara
kami. Biar bagaimana pun hubungan kami harus jelas tanpa ada sesuatu yang
dirahasiakan lagi.
“ Cinta tak harus memiliki Nad. Aku masih cinta sama
Reza, dan memang iya aku belum bisa untuk melupakan dirinya. Walau sudah
bertahun-tahun aku mencoba melupakannya, tapi rasa itu belum juga hilang dari
hatiku. Seribu kali aku menepis bayangan Reza, tapi sepuluh ribu kali bayangan
itu malah semakin kuat untuk aku lihat. Bayangan itu malah semakin dekat aku
lihat. Tapi ini semua sudah takdir Nad, aku nggak akan pernah bisa memiliki
Reza. Aku hanya mampu untuk mencintainya saja, bukan untuk memiliki. Aku lebih
bahagia kalo Reza bersama kamu Nad. Kamu sahabat aku. Kamu sahabat baik aku.
Aku sudah tau bagaimana kamu. Aku tau kamu orangnya kayak gimana, aku sudah tau
Nad.”
“
Semua akan terasa menyakitkan La”.
“
Bukankah semua sakit ada obatnya? Begitupun dengan aku. Meskipun aku sakit,
tapi aku bahagia bisa melihat Reza bahagia bersama kamu Nad. Itu mungkin salah satu obat yang bisa nyembuhin hati
aku”.
************
Sebulan
Nada pulang Desa, ternyata keinginan indah itu terwujud. Surat undangan
pernikahan bersampul merah jambu sudah ada di meja belajarku. Undangan
pernikahan Nada sudah tersebar. Sakit memang saat membaca walimatul urus
tersebut. Mungkin lebih perih dari tersayat pisau. Aku memang mencintai Reza,
tapi cinta kami tak dapat saling memiliki. Reza sudah memiliki pilihan hatinya
sendiri. Nada.
Menghadiri
pernikahan mereka memang terasa sangat sakit dan begitu berat. Ibarat kata aku harus berjalan diatas duri tanpa alas
kaki. Bagaimana tidak? Aku harus melihat secara langsung
orang yang aku cintai bersanding dengan sahabatku sendiri. Orang yang aku cintai kurang lebihnya 5 tahun dalam hidupku. Linangan
air mata mengisaratkan bahwa aku seperti tak rela untuk kehilangan Reza. Sosok yang slama ini sudah membuatku terasa lebih
memiliki arti. Tapi bagaimanapun aku harus tetap tegar
dihadapan mereka.
“
Selamat mengarungi hidup mu yang baru ya Nad, semoga menjadi keluarga yang
sakinah. Dan cepat mempunyai momongan “. Aku mengulurkan tangan dan memeluknya
erat. Lagi-lagi aku tak dapat membendung air mataku. Aku bergegas
mengusapnya.
“
Selamat juga buat kamu Za. Aku yakin sahabatku akan bahagia bersama kamu”.
Aku bergegas meninggalkan keramaian
itu. Bukan maksud
tidak ingin menyaksikan
persandingan mereka, hanya saja aku gak kuat untuk menahan hatiku yang semakin
rentan itu. Aku nggak sampai hati melihat mereka bersanding berdua. Aku hanya
bisa berdoa untuk mereka berdua, sahabat dan orang yang pernah aku cintai.
Semoga kebahagiaan slalu mengiringi langkah mereka.